KCB ke Kuto Panji Belinyu |
Om Hidayat menjelaskan ke Kami rombongan yang datang tersebut cerita dan historis benteng atau cagar budaya ini. Akan tetapi karena takjub akan daerah ini, jadi kurang fokus saya mendengarkan cerita beliau. Sehingga, dengan penasaran saya coba searching di google.co.id untuk mencari cerita dan sejarah benteng Kuto Panji ini. Dapatlah beberapa link mengenai cerita dari Benteng Kuto Panji ini. Salah satunya yang penulis copy di blog ini. Tulisan ini penulis ambil dari https://zonabangkabelitung.blogspot.co.id dengan maksud agar banyak yang mengetahui sejarah atau cerita di balik cagar budaya Benteng Kuto Panji ini banyak diketahui.
Sejarah Benteng Kuto Panji di Kota Belinyu Bangka
Benteng
bongkap atau dikenal oleh masyarakat belinyu adalah BENTENG KUTO PANJI
merupakan benteng yang didirikan oleh seorang pelarian Tiongkok, Bong
Khiung Fu, lebih dari empat abad yang silam. Benteng Bongkap itu
terletak di kampung Kusam, Kelurahan Kutopanji sekitar 2 Km dari pusat
kota Belinyu, tepatnya berdekatan dengan bangunan baru yaitu SMK
Yapenkos Belinyu.
Pada Benteng Kuto Panji juga terdapat cerita yang masih misteri kebenarannya. Diyakini menyimpan harta karun yang tak ternilai harganya, reruntuhan benteng ini juga dikenal sangat angker dan keramat. Cerita-cerita mengenai sebuah peti emas yang terbuka dengan aneka perhiasan berkilauan, tetapi setelah didekati tiba-tiba raib entah kemana.
Pada Benteng Kuto Panji juga terdapat cerita yang masih misteri kebenarannya. Diyakini menyimpan harta karun yang tak ternilai harganya, reruntuhan benteng ini juga dikenal sangat angker dan keramat. Cerita-cerita mengenai sebuah peti emas yang terbuka dengan aneka perhiasan berkilauan, tetapi setelah didekati tiba-tiba raib entah kemana.
Asal
muasal keberadaan benteng ini yang dituturkan oleh penjaga kelenteng
Kutopanji, Con Kon Fo kepada lawang. Alkisah, seorang raja wilayah yang
kikir dan bengis yang bernama Bong Khiung Fu yang memerintah di daerah
Tibet. Selama pemerintahannya ia telah menyalahgunakan kekuasaan demi
mengeruk kepentingan pribadi, antara lain dengan pemberlakuan pajak
yang sangat tinggi sehingga menyebabkan rakyat semakin menderita. Hal
ini ternyata diketahui oleh Maharaja Khian Lung yang bertahta di
propinsi Fukkian setelah mengadakan perjalanan meninjau negeri-negeri
kekuasaannya.
Awal terciumnya kebusukan Bong Khiung Fu ini bermula dari sebuah peristiwa besar yang dikenal dengan Thai Nau Ban Fa Leu atau Insiden Hotel Seribu Bunga, dimana sang Kaisar berontak hebat dengan putera angkat Bong Khiung Fu yang bernama Cok Hin. Dari peristiwa itulah akhirnya segala kejahatan Bong Khiung Fu mulai terungkap. Hal itu membuat kaisar Khian Lung marah besar. Sang kaisar kemudian berkata kepada pengawalnya untuk menangkap Bong Khiung Fu memutuskan untuk melarikan diri bersama para pengikutnya serta membawa putri kesayangannya yang bernama Bong Lili yang pada waktu berumur enam tahun dan penduduk yang dibohonginya dengan dalih mencari bahan makanan pokok ke Nanyang.
Dalam pelariannya, Bong Khiung Fu membawa semua harta kekayaannya dengan menggunakan tiga buah kapal layar besar dan tiga buah kapal layar kecil, ia singgah di Taiwan, Muangthai dan Semenanjung Malaya serta beberapa kali merapat di perairan Selat Gaspar dan Selat Sunda. Dan akhirnya dia merapat di pelabuhan Karanglintang yang terletak di hulu Sungai Desa Kutopanji Belinyu.
Sejak itulah Bong Khiung Fu berniat untuk mendirikan tempat tinggal di utara Pulau Bangka yang aman bagi rombongannya. Nasehat Chi Kung agar mereka menetap di Sunda Kelapa ditolaknya, karena menurutnya sebagai buronan sudah semestinya mereka menyembunyikan diri di daerah kecil agar susah dilacak orang-orang dari Kerajaan Chin. Pada saat itu Pulau Bangka termasuk wilayah kekuasaan Sultan Mahmud Badaruddin.
Atas izin dari Sultan Mahmud, akhirnya Bong Khiung Fu menetap di Kutopanji dan mendirikan sebuah benteng yang megah dan indah. Benteng itu dikerjakan kurang 149 minggu. Benteng ini mempunyai sembilan buah ruangan di dalamnya dan delapan belas sumur serta mempunyai pintu gerbang-pintu gerbang yang menghadap ke Timur Laut.
Bong Khiung Fu bergelar Kapitan Bong atau Bongkap. Dia memulai usahanya dengan membuka tambang timah, perkebunan karet dan lada yang amat luas dengan memperkerjakan banyak kuli yang didatangkan dari Pulau Jawa.
Kekuasaan Bong Khiung Fu mengalami keruntuhan sekitar akhir abad ke 17. Para bajak laut yang berasal dari Pulau Philipina, mendengar di Pulau Bangka ada seorang hartawan yang memiliki kekayaan berlimpah ruah dan melakukan penyerangan ketika Bongkap dan anak buahnya sedang berada di Malaysia untuk menjual hasil timah dan lada. Namun penyerangan itu gagal setelah salah seorang kapten para perampok tewas ditimpa buah bakau ketika kapal mereka hendak mengepung Pelabuhan Karanglintang yang dipenuhi tumbuhan bakau.
Kejadian itu menyebabkan Sang Puteri Bong Khiung Fu nekat melakukan bunuh diri terjun ke dalam salah satu sumur, setelah membuang harta kekayaan mereka ke dalam sumur yang lain, karena takut ditangkap, dianiaya, dan diperkosa oleh para Lanun. Sejak kejadian itu pula Bongkap yang semula kikir menjadi orang yang dermawan. Namun kondisi kesehatannya menurun drastis dan mulai sakit-sakitan serta suka menyendiri.
Bong Khiung Fu akhirnya wafat di Malaysia pada tahun ke 59 jaman pemerintahan kaisar Khian Lung di daratan Tiongkok. Bongkap dikenal sebagai seorang pejabat yang baik hati di Tiongkok. Dia melarikan diri ke Nusantara karena menolak membayar upeti berlebihan yang diwajibkan kaisar yang zalim, kepada rakyatnya.
Sampai hari ini sisa reuntuhan benteng tua itu memang masih berdiri sunyi dalam kepekaan kabut misteri yang tak terjawab. Berdiri dalam kesepian dan keterasingan menunggu diambrukkan oleh waktu. Untuk menghargai jasa-jasa Bongkap, dibuatlah sebuah makam di dalam benteng ini. Bongkap memiliki seorang perwira tinggi yang berasal dari Muangthai dan dia adalah seorang mualafyang bernama Siaw Nyuk Chan. Menurut penjaga kelenteng Kutopanji adalah seorang peramal dari Bangkok yang mengikuti Bongkap melarikan diri ke Nanyang.
Ketika dalam perjalanan menuju Nanyang mereka diserang badai yang hebat di Laut Cina Selatan yang menyebabkan kapal mereka nyaris tenggelam. Kemudian Nyuk Chan mengeluarkan sepasang pusaka warisan leluhur yang berupa sebilah keris Thai dari pedang China. Setelah itu Nyuk Chan mengangkat kedua senjatanya ke langit dan membaca mantra akhirnya angin dan ombak langsung reda sehingga kapal mereka melanjutkan perjalanan kembali. Sejak peristiwa itulah Bongkap mengangkatnya menjadi tangan kanannya.
Tidak jauh dari reruntuhan Bongkap ini terdapat sebuah kelenteng kecil yang didirikan oleh Bong Khiung Fu sendiri. Di dalam kelenteng ini terdapat sepasang patung dewa Thai Pak Kung yang di bawahnya dari daratan Tiongkok. Di samping kelenteng ini juga terdapat sebuah sumur tua peninggalan Bongkap yang menjadi sumber air bagi penduduk di sekitar kelenteng. Sumur ini tidak pernah kering airmya walaupun pada musim kemarau panjang.
Awal terciumnya kebusukan Bong Khiung Fu ini bermula dari sebuah peristiwa besar yang dikenal dengan Thai Nau Ban Fa Leu atau Insiden Hotel Seribu Bunga, dimana sang Kaisar berontak hebat dengan putera angkat Bong Khiung Fu yang bernama Cok Hin. Dari peristiwa itulah akhirnya segala kejahatan Bong Khiung Fu mulai terungkap. Hal itu membuat kaisar Khian Lung marah besar. Sang kaisar kemudian berkata kepada pengawalnya untuk menangkap Bong Khiung Fu memutuskan untuk melarikan diri bersama para pengikutnya serta membawa putri kesayangannya yang bernama Bong Lili yang pada waktu berumur enam tahun dan penduduk yang dibohonginya dengan dalih mencari bahan makanan pokok ke Nanyang.
Dalam pelariannya, Bong Khiung Fu membawa semua harta kekayaannya dengan menggunakan tiga buah kapal layar besar dan tiga buah kapal layar kecil, ia singgah di Taiwan, Muangthai dan Semenanjung Malaya serta beberapa kali merapat di perairan Selat Gaspar dan Selat Sunda. Dan akhirnya dia merapat di pelabuhan Karanglintang yang terletak di hulu Sungai Desa Kutopanji Belinyu.
Sejak itulah Bong Khiung Fu berniat untuk mendirikan tempat tinggal di utara Pulau Bangka yang aman bagi rombongannya. Nasehat Chi Kung agar mereka menetap di Sunda Kelapa ditolaknya, karena menurutnya sebagai buronan sudah semestinya mereka menyembunyikan diri di daerah kecil agar susah dilacak orang-orang dari Kerajaan Chin. Pada saat itu Pulau Bangka termasuk wilayah kekuasaan Sultan Mahmud Badaruddin.
Atas izin dari Sultan Mahmud, akhirnya Bong Khiung Fu menetap di Kutopanji dan mendirikan sebuah benteng yang megah dan indah. Benteng itu dikerjakan kurang 149 minggu. Benteng ini mempunyai sembilan buah ruangan di dalamnya dan delapan belas sumur serta mempunyai pintu gerbang-pintu gerbang yang menghadap ke Timur Laut.
Bong Khiung Fu bergelar Kapitan Bong atau Bongkap. Dia memulai usahanya dengan membuka tambang timah, perkebunan karet dan lada yang amat luas dengan memperkerjakan banyak kuli yang didatangkan dari Pulau Jawa.
Kekuasaan Bong Khiung Fu mengalami keruntuhan sekitar akhir abad ke 17. Para bajak laut yang berasal dari Pulau Philipina, mendengar di Pulau Bangka ada seorang hartawan yang memiliki kekayaan berlimpah ruah dan melakukan penyerangan ketika Bongkap dan anak buahnya sedang berada di Malaysia untuk menjual hasil timah dan lada. Namun penyerangan itu gagal setelah salah seorang kapten para perampok tewas ditimpa buah bakau ketika kapal mereka hendak mengepung Pelabuhan Karanglintang yang dipenuhi tumbuhan bakau.
Kejadian itu menyebabkan Sang Puteri Bong Khiung Fu nekat melakukan bunuh diri terjun ke dalam salah satu sumur, setelah membuang harta kekayaan mereka ke dalam sumur yang lain, karena takut ditangkap, dianiaya, dan diperkosa oleh para Lanun. Sejak kejadian itu pula Bongkap yang semula kikir menjadi orang yang dermawan. Namun kondisi kesehatannya menurun drastis dan mulai sakit-sakitan serta suka menyendiri.
Bong Khiung Fu akhirnya wafat di Malaysia pada tahun ke 59 jaman pemerintahan kaisar Khian Lung di daratan Tiongkok. Bongkap dikenal sebagai seorang pejabat yang baik hati di Tiongkok. Dia melarikan diri ke Nusantara karena menolak membayar upeti berlebihan yang diwajibkan kaisar yang zalim, kepada rakyatnya.
Sampai hari ini sisa reuntuhan benteng tua itu memang masih berdiri sunyi dalam kepekaan kabut misteri yang tak terjawab. Berdiri dalam kesepian dan keterasingan menunggu diambrukkan oleh waktu. Untuk menghargai jasa-jasa Bongkap, dibuatlah sebuah makam di dalam benteng ini. Bongkap memiliki seorang perwira tinggi yang berasal dari Muangthai dan dia adalah seorang mualafyang bernama Siaw Nyuk Chan. Menurut penjaga kelenteng Kutopanji adalah seorang peramal dari Bangkok yang mengikuti Bongkap melarikan diri ke Nanyang.
Ketika dalam perjalanan menuju Nanyang mereka diserang badai yang hebat di Laut Cina Selatan yang menyebabkan kapal mereka nyaris tenggelam. Kemudian Nyuk Chan mengeluarkan sepasang pusaka warisan leluhur yang berupa sebilah keris Thai dari pedang China. Setelah itu Nyuk Chan mengangkat kedua senjatanya ke langit dan membaca mantra akhirnya angin dan ombak langsung reda sehingga kapal mereka melanjutkan perjalanan kembali. Sejak peristiwa itulah Bongkap mengangkatnya menjadi tangan kanannya.
Tidak jauh dari reruntuhan Bongkap ini terdapat sebuah kelenteng kecil yang didirikan oleh Bong Khiung Fu sendiri. Di dalam kelenteng ini terdapat sepasang patung dewa Thai Pak Kung yang di bawahnya dari daratan Tiongkok. Di samping kelenteng ini juga terdapat sebuah sumur tua peninggalan Bongkap yang menjadi sumber air bagi penduduk di sekitar kelenteng. Sumur ini tidak pernah kering airmya walaupun pada musim kemarau panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar